Pages

Minggu, 15 Desember 2019

Cerpen Tema Indonesia


“NEGERIKU LUCU “
Oleh : Reztika Cahyani

            Dug dug... dug dug...”
Suara hantaman mobil ke jalan akibat jalan yang tidak rata menemani kami sepanjang perjalanan. Badan kamipun dibuat terguncang olehnya. Tangan kami dibuatnya agar tetap memegang erat gantungan yang ada di mobil. Mual sudah tidak tertahankan akibat perjalanan yang begitu panjang. Ombak yang mengamuk juga sudah kami lalui sebelumnya dengan kapal. Sudah lebih dari sehari kami berada diperjalanan menuju sebuah desa di daerah pedalaman. Rasa letih sudah menyelimuti tubuh.  Hingga sampailah kami di sebuah desa yang terletak di Kalimantan.
            Desa yang teramat cantik. Pinggirannya dikelilingi oleh pegunungan. Rerumputan hijau sepanjang mata memandang. Hamparan padi meneduhkan mata. Pohon rindang dihiasi dengan buah-buahan yang bergantungan. Memancarkan warna cerah menandakan bahwa ia sudah matang. Saat menghirup  udarapun terasa segarnya. Namun, beberapa waktu lalu. Desa ini dilanda duka. Trauma menyelimuti setiap orang. Gempa datang mengobrak-abrik desa.
            Aku dan teman-temanku terpilih untuk melakukan pengabdian di desa ini. Merupakan suatu keberuntungan dapat berpartisipasi didalam suatu kegiatan yang mengabdi untuk negeri. Sebuah katapun tidak dapat menunjukkan betapa senangnya aku. Mobil berhenti tepat di sebuah rumah yang berada di sebelah sawah. Rumah ini telah disediakan oleh pihak panitia sebagai tempat peristirahatan kami. Beberapa orang berhamburan keluar mobil untuk berfoto ria, sebagiannya lagi memilih masuk dan beristirahat, dan satu-dua menuju dapur untuk mengambil makanan.
***
            Waktu berjalan dengan cepat. Tidak terasa hari sudah pagi.. Kami disambut dengan cuaca yang tidak begitu baik. Matahari kian tertutup awan. Langit tampak menghitam. Suara desiran anginpun terdengar keras. Pertanda sebentar lagi akan hujan. Namun, perjalanan tetap akan dilanjutkan. Pengabdian takkan dihentikan hanya karena cuaca. Semua orang sudah siap untuk berangkat ke balai desa.
            Aku tergabung didalam tim yang bergerak dibidang kesehatan. Kami membantu petugas kesehatan professional dalam melakukan tugasnya. Karena aku merupakan mahasiswi kesehatan, tugas seperti ini adalah kesukaanku. Walau awan menurunkan rintik-rintiknya, masyarakat tetap semangat datang untuk mengecek kesehatannya. Terlihat dari kursi yang sudah penuh terisi. Sehingga, sebagian harus berdiri untuk menunggu antrian.
Kenyataan yang ada di tempat ini berbanding terbalik dengan keindahan alamnya. Miris! Ada banyak penderita penyakit. Namun, tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Sangat miris! Dibalik indahnya desa ini, banyak masyarakat direbut nyawanya akibat tidak mampu berobat. Karena bagi mereka bukan hal yang mudah untuk mendapatkan pengobatan dari tenaga medis. Kondisi geografi yang sulit diakses, transportasi yang terbatas, akses komunikasi, tingkat kemiskinan dan berbagai masalah lainnya yang harus mereka hadapi.
            Kamipun melanjutkan dengan menyusuri rumah-rumah masyarakat desa. Kenyataan miris juga kami temui di salah satu rumah dimana ada seorang anak kecil yang hanya tinggal bersama neneknya yang sudah tua renta. Aku tertegun dengan wajah ceria penuh senyuman anak kecil itu dibalik pakaian lusuh yang digunakannya. Dia bahkan menyapa dan mempersilahkan kami masuk dengan sopannya. Kamipun mulai melakukan cek kesehatan. Dimulai dari si nenek dan dilanjutkan dengan si adik kecil itu.
            “Siapa namanya, dik?” ku sapa adik itu.
            “Naufal kak” katanya dengan tersenyum manis.
            “Naufal? Kakaknya si cute girl?”, kataku sambil tertawa. Cute girl adalah nama salah satu tokoh animasi kartun popular di Indonesia. Haha… aku hanya berusaha untuk membuat gurauan. Tetapi, sepertinya adik itu tidak mengerti. Hm mengingat bahwa ia tinggal di sebuah desa pedalaman, pikirku.
            “Hahaha kakak bercanda kok. Kalau boleh tau, orang tua adik dimana ya?”
            “Ibu sudah meninggal waktu melahirkan aku kak. Ayah merantau ke Malaysia”
            Aku terdiam dan terkejut. Mungkin Naufal bisa melihat bagaimana ekspresiku. Sedih dan iba memenuhi wajahku. Dia hanya tertawa. Sungguh malang sekali seorang anak yang tidak ditemani orang tua. Di desa seperti ini, seorang ibu harus bertaruh nyawa melahirkan anaknya dan seorang ayah harus merantau ke negeri sebelah demi menghidupi anaknya.
***
            Esoknya, aktivitas kami lanjutkan dengan menyebar bibit-bibit pohon. Di tiap sudut desa, kami tanam bibit-bibit mungil. Berharap ia akan besar dan memberi manfaat bagi warga. Kami juga mengunjungi tiap sawah dan kebun warga, berbagi pupuk yang sudah kami bawa dari kota dan berbagi pengetahuan tentang ilmu pertanian. Kamipun sembari berbincang dengan petani di sana.
            “Susah disini, pak” kata petani berbicara kepada salah satu panitia.
Diapun melanjutkan dan mengatakan bahwa walaupun hasil alamnya melimpah, tetap tidak dapat mencukupi kehidupan masyarakat. Banyak petani yang merugi karena harga jual yang semakin anjlok. Distribusi yang sulit karena jaraknya yang jauh dan transportasi yang terbatas juga menjadi penyebabnya. Banyak hasil alam yang terdiam dan membusuk.
Aku bersama teman-teman menikmati senja di pinggir pantai. Terlihat kilauan pasir pantai yang terlampau putih. Ombak yang datang dengan bergulung-gulung. Suara-suara pekikan burung yang terbang. Semuanya terpaku menatapi sinar mentari yang berubah menjadi oranye. Segala pemandangan memang anugrah, akan tetapi terasa ada yang salah.
“Kenapa matanya berkaca-kaca begitu?” kata Wirda temanku dari Jakarta.
            “Tidak. Akupun tidak tahu mengapa. Hanya saja terasa kurang”
            “Aku juga merasa seperti itu. Pantai ini dan keindahan di desa sangat disayangkan karena tidak dapat diketahui oleh banyak orang”, jawab Wirda. Pandangannya kosong menatap pantai.
“Desa ini memiliki banyak tempat untuk menjadi destinasi wisata. Andai terurus dan dimanfaatkan juga dikenalkan ke seluruh penjuru negeri”
“ Iya! Mungkin tempat ini akan menjadi tanah surga” Kak Agus menimpali. Kami tak sadar bahwa dari tadi ia mendengarkan dan langsung menyatu kedalam obrolan kami.
“Tapi, butuh banyak uang.”
“Tapi negeri kita mempunyai uang yang banyak!” jawabku dengan nada sedikit keras. “Negeri kita lucu! Kita sudah memberi uang triliunan rupiah hanya untuk memuaskan keserakahan tikus-tikus berdasi. Kenapa untuk kemajuan dan kejayaan negeri kita harus tidak mau?”
Ada apa dengan negeriku? Negeriku lucu! Tanah surga katanya. Kini, satu nyawa tidaklah berharga. Kesehatan mereka tidaklah dipikirkan. Banyak anak hidup tanpa orang tua. Negeriku lucu! Tanah kaya katanya. Kini, rakyat kesusahan dalam kemiskinan. Namun, tikus berdasi hidup dalam kemewahan. Negeriku lucu! Punya banyak hasil hutan dan lautan katanya. Kini, hasil alamnya membusuk dengan harga yang semakin turun.
Negeriku lucu! Tapi tetap ku cinta. Dengan jiwa dan raga. Demi nusa dan bangsa.

 
 

1 komentar:

  1. Best Casino in Mississippi - WebJAR - KT Hub
    Best Casino in 군포 출장안마 Mississippi. 문경 출장안마 Casino Address. 3113 South Main Street. Mississippi. 38664 US. Location. 제주도 출장마사지 3113 South Main 충청북도 출장마사지 Street, Mississippi 김천 출장샵 38664 US.

    BalasHapus