“NEGERIKU
LUCU “
Oleh : Reztika Cahyani
“ Dug dug... dug dug...”
Suara hantaman mobil ke
jalan akibat jalan yang tidak rata menemani kami sepanjang perjalanan. Badan
kamipun dibuat terguncang olehnya. Tangan kami dibuatnya agar tetap memegang
erat gantungan yang ada di mobil. Mual sudah tidak tertahankan akibat
perjalanan yang begitu panjang. Ombak yang mengamuk juga sudah kami lalui
sebelumnya dengan kapal. Sudah lebih dari sehari kami berada diperjalanan
menuju sebuah desa di daerah pedalaman. Rasa letih sudah menyelimuti tubuh. Hingga sampailah kami di sebuah desa yang
terletak di Kalimantan.
Desa yang
teramat cantik. Pinggirannya dikelilingi oleh pegunungan. Rerumputan hijau
sepanjang mata memandang. Hamparan padi meneduhkan mata. Pohon rindang dihiasi
dengan buah-buahan yang bergantungan. Memancarkan warna cerah menandakan bahwa
ia sudah matang. Saat menghirup udarapun
terasa segarnya. Namun, beberapa waktu lalu. Desa ini dilanda duka. Trauma
menyelimuti setiap orang. Gempa datang mengobrak-abrik desa.
Aku
dan teman-temanku terpilih untuk melakukan pengabdian di desa ini. Merupakan
suatu keberuntungan dapat berpartisipasi didalam suatu kegiatan yang mengabdi untuk
negeri. Sebuah katapun tidak dapat menunjukkan betapa senangnya aku. Mobil
berhenti tepat di sebuah rumah yang berada di sebelah sawah. Rumah ini telah
disediakan oleh pihak panitia sebagai tempat peristirahatan kami. Beberapa
orang berhamburan keluar mobil untuk berfoto ria, sebagiannya lagi memilih
masuk dan beristirahat, dan satu-dua menuju dapur untuk mengambil makanan.
***
Waktu
berjalan dengan cepat. Tidak terasa hari sudah pagi.. Kami disambut dengan
cuaca yang tidak begitu baik. Matahari kian tertutup awan. Langit tampak
menghitam. Suara desiran anginpun terdengar keras. Pertanda sebentar lagi akan
hujan. Namun, perjalanan tetap akan dilanjutkan. Pengabdian takkan dihentikan
hanya karena cuaca. Semua orang sudah siap untuk berangkat ke balai desa.
Aku
tergabung didalam tim yang bergerak dibidang kesehatan. Kami membantu petugas
kesehatan professional dalam melakukan tugasnya. Karena aku merupakan mahasiswi
kesehatan, tugas seperti ini adalah kesukaanku. Walau awan menurunkan
rintik-rintiknya, masyarakat tetap semangat datang untuk mengecek kesehatannya.
Terlihat dari kursi yang sudah penuh terisi. Sehingga, sebagian harus berdiri
untuk menunggu antrian.
Kenyataan yang ada di tempat
ini berbanding terbalik dengan keindahan alamnya. Miris! Ada banyak penderita
penyakit. Namun, tidak mendapatkan pengobatan yang layak. Sangat miris! Dibalik
indahnya desa ini, banyak masyarakat direbut nyawanya akibat tidak mampu
berobat. Karena bagi mereka bukan hal yang mudah untuk mendapatkan pengobatan
dari tenaga medis. Kondisi geografi yang
sulit diakses, transportasi yang terbatas, akses komunikasi, tingkat kemiskinan
dan berbagai masalah lainnya yang harus mereka hadapi.
Kamipun
melanjutkan dengan menyusuri rumah-rumah masyarakat desa. Kenyataan miris juga
kami temui di salah satu rumah dimana ada seorang anak kecil yang hanya tinggal
bersama neneknya yang sudah tua renta. Aku tertegun dengan wajah ceria penuh
senyuman anak kecil itu dibalik pakaian lusuh yang digunakannya. Dia bahkan
menyapa dan mempersilahkan kami masuk dengan sopannya. Kamipun mulai melakukan cek
kesehatan. Dimulai dari si nenek dan dilanjutkan dengan si adik kecil itu.
“Siapa
namanya, dik?” ku sapa adik itu.
“Naufal
kak” katanya dengan tersenyum manis.
“Naufal?
Kakaknya si cute girl?”, kataku
sambil tertawa. Cute girl adalah nama
salah satu tokoh animasi kartun popular di Indonesia. Haha… aku hanya berusaha
untuk membuat gurauan. Tetapi, sepertinya adik itu tidak mengerti. Hm mengingat
bahwa ia tinggal di sebuah desa pedalaman, pikirku.
“Hahaha
kakak bercanda kok. Kalau boleh tau, orang tua adik dimana ya?”
“Ibu
sudah meninggal waktu melahirkan aku kak. Ayah merantau ke Malaysia”
Aku
terdiam dan terkejut. Mungkin Naufal bisa melihat bagaimana ekspresiku. Sedih
dan iba memenuhi wajahku. Dia hanya tertawa. Sungguh malang sekali seorang anak
yang tidak ditemani orang tua. Di desa seperti ini, seorang ibu harus bertaruh
nyawa melahirkan anaknya dan seorang ayah harus merantau ke negeri sebelah demi
menghidupi anaknya.
***
Esoknya,
aktivitas kami lanjutkan dengan menyebar bibit-bibit pohon. Di tiap sudut desa,
kami tanam bibit-bibit mungil. Berharap ia akan besar dan memberi manfaat bagi
warga. Kami juga mengunjungi tiap sawah dan kebun warga, berbagi pupuk yang
sudah kami bawa dari kota dan berbagi pengetahuan tentang ilmu pertanian. Kamipun
sembari berbincang dengan petani di sana.
“Susah
disini, pak” kata petani berbicara kepada salah satu panitia.
Diapun melanjutkan dan mengatakan bahwa
walaupun hasil alamnya melimpah, tetap tidak dapat mencukupi kehidupan
masyarakat. Banyak petani yang merugi karena harga jual yang semakin anjlok.
Distribusi yang sulit karena jaraknya yang jauh dan transportasi yang terbatas juga
menjadi penyebabnya. Banyak hasil alam yang terdiam dan membusuk.
Aku bersama teman-teman menikmati senja
di pinggir pantai. Terlihat kilauan pasir pantai yang terlampau putih. Ombak
yang datang dengan bergulung-gulung. Suara-suara pekikan burung yang terbang.
Semuanya terpaku menatapi sinar mentari yang berubah menjadi oranye. Segala
pemandangan memang anugrah, akan tetapi terasa ada yang salah.
“Kenapa matanya berkaca-kaca begitu?”
kata Wirda temanku dari Jakarta.
“Tidak.
Akupun tidak tahu mengapa. Hanya saja terasa kurang”
“Aku
juga merasa seperti itu. Pantai ini dan keindahan di desa sangat disayangkan
karena tidak dapat diketahui oleh banyak orang”, jawab Wirda. Pandangannya
kosong menatap pantai.
“Desa ini memiliki banyak tempat untuk
menjadi destinasi wisata. Andai terurus dan dimanfaatkan juga dikenalkan ke
seluruh penjuru negeri”
“ Iya! Mungkin tempat ini akan menjadi tanah
surga” Kak Agus menimpali. Kami tak sadar bahwa dari tadi ia mendengarkan dan
langsung menyatu kedalam obrolan kami.
“Tapi, butuh banyak uang.”
“Tapi negeri kita mempunyai uang yang
banyak!” jawabku dengan nada sedikit keras. “Negeri kita lucu! Kita sudah
memberi uang triliunan rupiah hanya untuk memuaskan keserakahan tikus-tikus
berdasi. Kenapa untuk kemajuan dan kejayaan negeri kita harus tidak mau?”
Ada apa dengan negeriku? Negeriku lucu!
Tanah surga katanya. Kini, satu nyawa tidaklah berharga. Kesehatan mereka
tidaklah dipikirkan. Banyak anak hidup tanpa orang tua. Negeriku lucu! Tanah
kaya katanya. Kini, rakyat kesusahan dalam kemiskinan. Namun, tikus berdasi
hidup dalam kemewahan. Negeriku lucu! Punya banyak hasil hutan dan lautan
katanya. Kini, hasil alamnya membusuk dengan harga yang semakin turun.
Negeriku lucu! Tapi tetap ku cinta.
Dengan jiwa dan raga. Demi nusa dan bangsa.
Best Casino in Mississippi - WebJAR - KT Hub
BalasHapusBest Casino in 군포 출장안마 Mississippi. 문경 출장안마 Casino Address. 3113 South Main Street. Mississippi. 38664 US. Location. 제주도 출장마사지 3113 South Main 충청북도 출장마사지 Street, Mississippi 김천 출장샵 38664 US.